MASYARAKAT Indonesia sepertinya semakin melek politik. Tidak hanya ‘dimainkan’ oleh mereka yang paham betul tentang perpolitikan, tetapi juga para generasi Z atau Gen Z ikut ambil peran. Bahkan, mereka seperti ‘merajai’ pemahaman tentang politik itu sendiri.
Pasangan-pasangan calon juga memainkan peran penting dalam menciptakan ‘keramaian’ perdebatan dari masing-masing kubu pendukung. Tapi perlu diwaspadai dan diperhatikan betul terkait ancaman election stress disorder atau gangguan stress pemilu.
Apa itu election stress disorder?
Peran aktif dan partisipasi masyarakat dalam politik tentulah sangat dibutuhkan, yaitu dengan memberikan hak suara. Meski demikian, tidak sedikit orang yang mengalami kecemasan luar biasa atas kondisi ini. Fenomena itulah yang kemudian dikenal dengan election stress disorder.
Kecemasan tersebut umumnya ditandai dengan rasa gundah. Bahkan untuk melampiaskan perasaan, mereka akan membanjiri media sosial dengan komentar tentang betapa lelahnya menghadapi pemilu dan kejadian-kejadian menjelang pemilu.
Seperti halnya stress lain, stress yang berhubungan dengan pemilu bisa muncul di waktu lain, yang menyebabkan gangguan dan ketidakseimbangan dalam rutinitas sehari-hari.
Gejala election stress disorder
Jika seseorang terserang election stress disorder, kemungkinan bisa mengalami hal-hal berikut ini, yaitu:
- Kesulitan tidur karena adanya rasa khawatir dengan apa yang dibicarakan dalam debat capres.
- Mengalami gangguan mental akibat berita seputar pemilu.
- Menjadi FOMO (fear of missing out), takut ketinggalan berita terbaru.
- Mulai sering mengecek ponsel untuk mencari berita setiap jam.
- Gelisah dan mudah tersinggung.
- Cemas ketika berada di dekat orang-orang tertentu yang memiliki pandangan politik berbeda, khawatir bahwa topik tertentu akan muncul.
Ketakutan-ketakutan seperti ini dikhawatirkan bisa mengganggu rutinitas keharian jika dibiarkan berlarut. Untuk itu, mulai batasi diri dari hal-hal yang membuat Anda mulai merasa tidak nyaman.
KOMENTAR ANDA